Kisah Mengharukan tentang Ibu dan
Anak –
Kisah Ibu Buta Yang Memalukanku – Kisah Sedih Mengharukan ini kutip dari sumber yang tercantum di akhir postingan ini. Dalam kisah ibu dan anak ini benar-benar sangat mengharukan sekali, dan jika Anda membaca sampai akhir cerita, pasti Anda akan merasa terharu dan sedih banget bahkan Anda sampai menangis.
Kisah Ibu Buta Yang Memalukanku – Kisah Sedih Mengharukan ini kutip dari sumber yang tercantum di akhir postingan ini. Dalam kisah ibu dan anak ini benar-benar sangat mengharukan sekali, dan jika Anda membaca sampai akhir cerita, pasti Anda akan merasa terharu dan sedih banget bahkan Anda sampai menangis.
Bagaimana tidak…??? Seorang ibu yang
tulus mencintai anaknya, tapi lantaran mata ibunya yang satu buta, membuat
anaknya justru tidak menyukainya. Dan yang lebih mengharukan lagi, si Anak
justru merasa malu karena memiliki ibu yang buta.
Sampai suatu ketika, Anak ini
menjadi sukses dengan kehidupan yang mewah, dan tidak ingat sama ibunya, tidak
pernah merindukan ibu kandungnya. Ia Menjadi Durhaka. Tapi ibunya tidak
mengutuk dia menjadi batu seperti halnya dalam kisah si malin kundang.
Lantas, bagaimanakah kisah
selanjutnya….??? OK. Langsung saja Anda simak, Kisah Mengharukan tentang Ibu
dan Anak “Ibu Buta Yang Memalukanku” berikut ini.
Saat aku beranjak dewasa, aku mulai
mengenal sedikit kehidupan yang menyenangkan, merasakan kebahagiaan memiliki
wajah yang tampan, kebahagiaan memiliki banyak pengagum di sekolah, kebahagiaan
karena kepintaranku yang dibanggakan banyak guru. Itulah aku, tapi satu yang
harus aku tutupi, aku malu mempunyai seorang ibu yang BUTA! Matanya tidak ada
satu. Aku sangat malu, benar-benar
Aku sangat menginginkan kesempurnaan
terletak padaku, tak ada satupun yang cacat dalam hidupku juga dalam keluargaku.
Saat itu ayah yang menjadi tulang punggung kami sudah dipanggil terlebih dahulu
oleh yang Maha Kuasa. Tinggallah aku anak semata wayang yang seharusnya menjadi
tulang punggung pengganti ayah. Tapi semua itu tak kuhiraukan. Aku hanya
mementingkan kebutuhan dan keperluanku saja. Sedang ibu bekerja membuat makanan
untuk para karyawan di sebuah rumah jahit sederhana.
Pada suatu saat ibu datang ke
sekolah untuk menjenguk keadaanku. Karena sudah beberapa hari aku tak pulang ke
rumah dan tidak tidur di rumah. Karena rumah kumuh itu membuatku muak,
membuatku kesempurnaan yang kumiliki manjadi cacat. Akan kuperoleh apapun untuk
menggapai sebuah kesempurnaan itu.
Tepat di saat istirahat, Kulihat
sosok wanita tua di pintu sekolah. Bajunya pun bersahaja rapih dan sopan.
Itulah ibu ku yang mempunyai mata satu. Dan yang selalu membuat aku malu dan
yang lebih memalukan lagi Ibu memanggilku. “Mau ngapain ibu ke sini? Ibu datang
hanya untuk mempermalukan aku!” Bentakkan dariku membuat diri ibuku segera
bergegas pergi. Dan itulah memang yang kuharapkan. Ibu pun bergegas keluar dari
sekolahku. Karena kehadiranya itu aku benar-benar malu, sangat malu. Sampai
beberapa temanku berkata dan menanyakan. “Hai, itu ibumu ya???, Ibumu matanya
satu ya?” yang menjadikanku bagai disambar petir mendapat pertanyaan seperti
itu.
Beberapa bulan kemudian aku lulus
sekolah dan mendapat beasiswa di sebuah sekolah di luar negeri. Aku mendapatkan
beasiswa yang ku incar dan kukejar agar aku bisa segera meninggalkan rumah
kumuhku dan terutama meninggalkan ibuku yang membuatku malu. Ternyata aku
berhasil mendapatkannya. Dengan bangga kubusungkan dada dan aku berangkat pergi
tanpa memberi tahu Ibu karena bagiku itu tidak perlu. Aku hidup untuk diriku
sendiri. Persetan dengan Ibuku. Seorang yang selalu mnghalangi kemajuanku.
Di Selolah itu, aku menjadi
mahasiswa terpopuler karena kepintaran dan ketampananku. Aku telah sukses dan
kemudian aku menikah dengan seorang gadis Indonesia dan menetap di Singapura.
Singkat cerita aku menjadi seorang
yang sukses, sangat sukses. Tempat tinggalku sangat mewah, aku mempunyai
seorang anak laki-laki berusia tiga tahun dan aku sangat menyayanginya. Bahkan
aku rela mempertaruhkan nyawaku untuk putraku itu.
10 tahun aku menetap di Singapura,
belajar dan membina rumah tangga dengan harmonis dan sama sekali aku tak pernah
memikirkan nasib ibuku. Sedikit pun aku tak rindu padanya, aku tak
mencemaskannya. Aku BAHAGIA dengan kehidupan ku sekarang.
Tapi pada suatu hari kehidupanku
yang sempurna tersebut terusik, saat putraku sedang asyik bermain di depan
pintu. Tiba-tiba datang seorang wanita tua renta dan sedikit kumuh
menghampirinya. Dan kulihat dia adalah Ibuku, Ibuku datang ke Singapura. Entah
untuk apa dan dari mana dia memperoleh ongkosnya. Dia datang menemuiku.
Seketika saja Ibuku ku usir. Dengan
enteng aku mengatakan: “HEY, PERGILAH KAU PENGEMIS. KAU MEMBUAT ANAKKU TAKUT!”
Dan tanpa membalas perkataan kasarku, Ibu lalu tersenyum, “MAAF, SAYA SALAH
ALAMAT”
Tanpa merasa besalah, aku masuk ke
dalam rumah.
Beberapa bulan kemudian datanglah
sepucuk surat undangan reuni dari sekolah SMA ku. Aku pun datang untuk
menghadirinya dan beralasan pada istriku bahwa aku akan dinas ke luar negeri.
Singkat cerita, tibalah aku di kota
kelahiranku. Tak lama hanya ingin menghadiri pesta reuni dan sedikit
menyombongkan diri yang sudah sukses ini. Berhasil aku membuat seluruh
teman-temanku kagum pada diriku yang sekarang ini.
Selesai Reuni entah megapa aku ingin
melihat keadaan rumahku sebelum pulang ke Sigapore. Tak tau perasaan apa yang
membuatku melangkah untuk melihat rumah kumuh dan wanita tua itu. Sesampainya
di depan rumah itu, tak ada perasaan sedih atau bersalah padaku, bahkan aku
sendiri sebenarnya jijik melihatnya. Dengan rasa tidak berdosa, aku memasuki
rumah itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ku lihat rumah ini begitu
berantakan. Aku tak menemukan sosok wanita tua di dalam rumah itu, entahlah dia
ke mana, tapi justru aku merasa lega tak bertemu dengannya.
Bergegas aku keluar dan bertemu
dengan salah satu tetangga rumahku. “Akhirnya kau datang juga. Ibu mu telah
meninggal dunia seminggu yang lalu”
“OH…”
Hanya perkataan itu yang bisa keluar
dari mulutku. Sedikit pun tak ada rasa sedih di hatiku yang kurasakan saat
mendengar ibuku telah meninggal. “Ini, sebelum meninggal, Ibumu memberikan
surat ini untukmu”
Setelah menyerahkan surat ia segera
bergegas pergi. Ku buka lembar surat yang sudah kucal itu.
Untuk
anakku yang sangat Aku cintai,
Anakku yang kucintai aku tahu kau sangat membenciku. Tapi Ibu senang sekali waktu mendengar kabar bahwa akan ada reuni disekolahmu.
Aku berharap agar aku bisa melihatmu sekali lagi. karena aku yakin kau akan datang ke acara Reuni tersebut.
Anakku yang kucintai aku tahu kau sangat membenciku. Tapi Ibu senang sekali waktu mendengar kabar bahwa akan ada reuni disekolahmu.
Aku berharap agar aku bisa melihatmu sekali lagi. karena aku yakin kau akan datang ke acara Reuni tersebut.
Sejujurnya
ibu sangat merindukanmu, teramat dalam sehingga setiap malam Aku hanya bisa
menangis sambil memandangi fotomu satu-satunya yang ibu punya.Ibu tak pernah
lupa untuk mendoakan kebahagiaanmu, agar kau bisa sukses dan melihat dunia
luas.
Asal
kau tau saja anakku tersayang, sejujurnya mata yang kau pakai untuk melihat
dunia luas itu salah satunya adalah mataku yang selalu membuatmu malu.
Mataku
yang kuberikan padamu waktu kau kecil. Waktu itu kau dan Ayah mu mengalami
kecelakaan yang hebat, tetapi Ayahmu meninggal, sedangkan mata kananmu
mengalami kebutaan. Aku tak tega anak tersayangku ini hidup dan tumbuh dengan
mata yang cacat maka aku berikan satu mataku ini untukmu.
Sekarang
aku bangga padamu karena kau bisa meraih apa yang kau inginkan dan
cita-citakan.
Dan
akupun sangat bahagia bisa melihat dunia luas dengan mataku yang aku berikan
untukmu.
Saat
aku menulis surat ini, aku masih berharap bisa melihatmu untuk yang terakhir
kalinya, Tapi aku rasa itu tidak mungkin, karena aku yakin maut sudah di depan
mataku.
Peluk cium dari Ibumu tercinta
Peluk cium dari Ibumu tercinta
Bak petir di siang bolong yang
menghantam seluruh saraf-sarafku, Aku terdiam! Baru kusadari bahwa yang
membuatku malu sebenarnya bukan ibuku, tetapi diriku sendiri….
Mudah-mudahan anak-anak kita kelak
tidak seperti tokoh yang ada dalam kisah mengharukan ibu dan anak diatas.
Sejelek-jeleknya orang tua kita, maka kita wajib untuk mencintainya,
menyayanginya, menghormatinya.
sumber: Ibu dan Balita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar